Psikologi adalah sebuah disiplin ilmu yang dimasa
lalu telah dan dewasa inipun masih terkotak‐kotak,
tersekat‐sekat, terpecah‐ pecah atau
terfragmentasi. Giorgi, dalam buku memperingati seabad psikologi sebagai ilmu
yang dieditori Sigmund Koch dan David Leary, menulis: “Psychology’s
disciplinary status is ambiguous at best and chaotic at worst” 1992,
h. 46). Psikologi sebagai pengetahuan yang chaotic ‐‐‐ pengetahuan yang tidak
konsisten, mengikuti mode, berantakan, tidak bertalian, nir konsensus, dan mengula
ngulang bukanlah pengetahuan ilmiah efektif (Staats, 1991). Krisis psikologi ini bukan baru saja diderita
melainkan sudah menahun, sebab sejak semula memang tidak ada koherensi (Giorgi,
1992), dan akan menjadi semakin parah jika tidak ada upayanmenanganinya
(Staats, 1991).[1]
Upaya pengintegrasian telah dicoba dilakukan
diantara sejumlah bidang khusus psikologi. Misalnya integrasi antara psikologi
kepribadian dengan psikologi eksperimen (Eysenck, 1997), psikologi sosial,
psikologi kepribadian, psikologi klinis, dengan psikologi kesehatan (Sneyder,
Tennen, Afleck, & Cheavens, 2000), psikologi sosial dengan psikologi klinis
(Forsyth, 2000), psikologi kepribadian dengan psikologi klinis (Mayer,2004),
psikologi sosial dengan psikobiologi (Bernston & Cacciopo, 1992; Bernston
& Cacciopo, 2000), psikologi kepribadian, psikologi sosial dan psikologi
perkembangan (Roberts & Pomerantz, 2004). [2]
Upaya mengintegrasikan psikologi juga terlihat pada
psikologi evolusioner. Psikologi evolusioner mengklaim sebagai sebuah paradigma
teoretis baru yang menawarkan metateori bagi psikologi (Buss, 1995; Hastjarjo,
2003). Psikologi evolusioner telah memberikan pengaruh kepada psikologi
kognitif, sosial, perkembangan, kepribadian, klinis, budaya, industri dan
organisasi, pendidikan, lingkungan. Sebenarnya, psikologi evolusioner
menghilangkan pembagian tradisional bidang psikologi tersebut sebab pembagian
itu bersifat semena dan tidak alamiah. Psikologi
evolusioner mengintegrasikan berbagai bidang tradisional psikologi melalui
prinsip problem adaptif beserta penyelesaian terhadap problem tersebut.
Menggunakan prinsip problem adaptif dan
solusinya
akan memberikan sebuah cara yang lebih alamiah untuk “membelah alam tepat pada
sendinya” sehingga psikologi evolusioner melintasi semua disiplin (Buss, 2004).
[3]
Psikologi transpersonal (Cunningham,2004; Wilber,
1997; lihat juga Hastjarjo, 2005b) juga mengklaim sebagai psikologi integral
oleh karena mengintegrasikan perspektif ilmu pengetahuan kognitif,
introspeksionisme, neuropsikologi, psikoterapi individual, psikologi sosial,
psikiatri klinis, psikologi perkembangan, kedokteran psikosomatik, keadaan
kesadaran khusus, tradisi Timur dan kontemplatif, kesadaran menurut pendekatan
kuantum serta tenaga dalam. Psikologi
transpersonal berusaha menyatukan badan, mental dan spirit dengan membuat
kerangka psikologis integratif yang memasukkan persoalan spiritualitas kedalam
ranah ilmiah (Cunningham, 2004).[4]
[1] T.
Dicky Hastjarjo. Mengintegrasikan
Psikologi. 2011. No. 1. Hlm 4.
[2] T.
Dicky Hastjarjo. Mengintegrasikan
Psikologi. 2011. No. 1. Hlm .10
[3] T.
Dicky Hastjarjo. Mengintegrasikan
Psikologi. 2011. No. 1. Hlm 10.
[4] T.
Dicky Hastjarjo. Mengintegrasikan
Psikologi. 2011. No. 1. Hlm 11
DAFTAR PUSTAKA
Utama, J. S. A.
(2003). Psikologi budaya (Cultural
Psychology): Kritik dan konstruksi pemikirannya. Suksma, 2, 1, 43‐51.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar